}

Perjalanan Cinta Untuk Sebuah Mimpi (Part 3)

Senin, 20 Januari 2014
Posted By : Wayne Rachmat

Perjalanan Cinta Untuk Sebuah Mimpi (Part 3)

Aku cepat-cepat keluar dan menemui Jek. Walaupun aku kalah dari Mery, tapi aku tetap bangga bisa bernyanyi sebagus itu. Aku melihat Jek memegangi pergelangan tangan kirinya. Dan aku berusaha mendekatinya, tapi, dia malah memelukku. Dan aku bingung harus berkata aoa padanya. Karena aku sangat gugup.
“Ta, Aku sayang sama kamu!” Aku sangat terkejut ketika Jekvin bilang dia sayang aku. Tapi aku juga tidak mau terlalu lama membohongi perasaanku, dan aku juga berkata sama padanya “Aku juga sayang kamu Jek!”
Entah kenapa mulai saat itu kami berpacaran. Banyak hal yang mrenyenangkan kami alami. Dan aku juga terkejut ketika melihat foto ku dulu di bandara ketika pertama kali bertemu dengan Jek. Ternyata begitu panjang jalan yang sudah ku jalani hingga bertemu Jek kembali.
Dalam hitungan jam pesta perayaan akan di mulai. Tapi karena Mery jatuh sakit dan harus segera di operasi, karena pita suaranya bermasalah, akhirnya aku yang menggantikannya. Tapi aku fikir Mery sudah berjuang begitu panjang untuk dapat bernari dengan baik. Akhirnya aku berniat untuk membuatnya bisa tampil sebagai peran utama.
Dalam setiap babak pesta itu, aku tidak pernah muncul. Kakek ku mulai kecewa, karena aku tidak tampil. Dan aku lihat ibu Mery yang dengan bangga melihat Mery tampil di atas panggung. Sutradara mulai bimbang, karena pada babak terakhir pemeran utama akan bernyanyi, padahal Mery tidak bisa bicara karena pita suaranya.
Babak itu pun tiba, Mery tetap di atas panggung dan aku di belakang panggung bernyanyi. Jadi ini semacam lypsing. Semua orang terkejut dan bangga mendengar suara itu. Terutama pada wajah Jek. Perayaan pun berakhir dengan baik. Hubungan ku dengan Mery pun juga membaik. Aku bangga dengan apa yang terjadi hari itu, meskipun aku sedikit menyesal karena tidak tampil di panggung yang aku inginkan, tapi aku tetap bahagia bisa membuat Mery tampil dan menari sebagus yang ibunya inginkan. Membuat orang lain bahagia adalah hal yang paling indah dari pada membuatnya terpuruk sendiri.
Sutradara sangat bangga dengan apa yang sudah terlaksana pada pesta perayaan itu. Dan kami semua mengadakan pesta untuk kesuksesan bersama. Semua orang terlihat senang, begitupun aku. Tapi, aku merasa ada yang kurang dari semuanya. Dan ternyata itu Jekvin, aku tidak sama sekali melihat Jekvin ada di sana. Aku mencoba mencari-cari Jek di antara banyak orang di sana. Tapi hasilnya tidak ada. Dan aku memutuskan untuk keluar dari gedung itu, untuk mencari Jek. Karena aku ingin Jek menjadi orang pertama yang melihatku tersenyum bahagia.
Ketika aku berjalan keluar, aku melihat Jek duduk di kursi taman depan gedung kesenian sekolah. Aku lihat dia memijat-mijat pergelangan tangan kirinya. Dan aku mencoba mengingat apa yang membuat tangan Jek menjadi sakit. Aku jadi merasa bersalah, tapi Jek selalu mengelak bahwa tangannya sakit karena ku. Dan aku mulai berjalan mendekatinya dan duduk di sampingnya.
“Apa itu membuatmu menjadi sakit?”
“Aku tidak sakit, tapi aku bahagia melihatmu menjadi orang yang sekuat itu!”
Aku mulai ingin menangis, mendengar Jek yang begitu baik menyembunyikan rasa sakit tangannya yang sebenarnya karenaku.
“Menangislah jika ada aku di sampingmu! Tapi jangan menangis apabila tidak ada aku di dekatmu!” Jek berkata dan memelukku, dan aku mulai menangis karena sikap Jek yang begitu mengerti bagaimana perasaanku saat itu.
“Temen-temen, nanti kita lihat konser FIVE BOY kan?”
Lagi–lagi Ayu yang suka gosip selalu saja tahu apa yang akan terlaksana di sekolahan. Sampai-sampai teman-temannya bosan mendengar Ayu bicara. Tapi untuk kali ini, semua teman-temannya semangat mendengarkan. Itu karena Jekvin si cowok populer baru-baru ini di sekolah akan tampil dan bernyanyi bersama teman-teman Bandnya di kelas musik. Jekvin menggantikan Dicky di mata semua orang, dan itu termasuk diriku.
“Okeyyy.. jam berapa kita berangkat?” Kali ini Sinta menanggapi Ayu dengan semangat, begitu pula dengan teman-teman lainnya.
“Aku akan tunggu kalian semua di depan gerbang sekolah tepat jam 19.00! gimana? Setuju gak?”
“Siiippp… sampai nanti ya! Aku mau pulang duluan!” Sinta menjawab dan secepatnya berlalu dari Ayu, begitu pula teman Ayu lainnya.
Tak sengaja aku lihat Ayu yang sedang berjalan sendiri di jalanan depan sekolah. Ingin sekali aku sedikit menghiburnya dan melihatnya tersenyum.
“Hai Ayu? Apakah sedang berjalan sendiri?”
“Ya, semua teman-teman sudah pulang tadi!”
“Apa kamu tidak ingin mengajakku melihat konser Five Boy?”
“Tentu tidak, karena aku akan kalah saing denganmu apabila nanti aku bertemu dengan Jekvin!”
“Ayu.. Ayu.. kamu memang gadis yang lucu!” Aku senang melihat Ayu yang bersemangat seperti itu. Dan aku selalu berharap dia akan tetap jadi Ayu yang periang.
Konser Five Boy akan dimulai beberapa menit lagi, tapi aku tidak melihat Jek sama sekali. Aku menelfonnya tapi dia tidak menjawabnya. Aku mulai kawatir dengan keadaan Jek. Tapi, semua itu cepat sekali terobati, karena ketika konser dimulai Jek muncul dan bernyanyi dengan sempurna. Permainan gitarnya pun juga sangat luar biasa. Tapi tiba-tiba sesuatu terjadi pada Jek. Jek berhenti memainkan gitarnya dan dengan kesakitan memegang lengan tangan kirinya. Aku kembali khawatir, dan aku ingin sekali membawa Jek untuk memeriksakan tangannya. Tapi Jek hanya tersenyum dan tidak pernah mengakui apa yang sebenarnya terjadi pada tangan kirinya. Jek tetap melanjutkan konser dengan baik, tapi aku tetap merasa kawatir dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Jek.
Konser pun berakhir, dan aku masih bingung dengan apa yang terjadi pada Jek. Lama aku menunggu Jek di bawah tempat konser, tapi Jek belum juga muncul. Padahal aku ingin sekali menunjukkan sesuatu padanya. Aku mulai melamun memikirkan kejadian yang Jek alami bersamaku. Dan tanpa aku sadari Jek sudah datang dan duduk di sebelahku.
“Apa kamu sudah lama menungguku di sini?” Jek membuyarkan lamunanku, dan membuatku terkejut.
“Tidak juga.” Kemudian aku memberikan selembar kertas padanya.
Jek membuka dan membaca apa yang ada pada kertas itu. Dan dia tersenyum.
“Kau hebat Lee! Pergilah dan buktikan kesuksesanmu itu padaku!”
“Benarkah kau senang dengan ini?”
“Ya, itu tentu!”
Aku sangat senang melihat Jek yang begitu baik mengijinkanku untuk pergi bersekolah ke Amerika. Aku sebenarnya juga tidak percaya bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolah di sana. Tapi, aku akan tetap berusaha menjadi yang terbaik untuk orang-orang yang menyayangiku. Karena ini adalah mimpiku.
“Apa ini sudah terlalu parah?”
“Ya, sendi pada pergelangan tangan mu sudah mulai mati rasa! Dan satu-satunya jalan untuk membuatnya kembali adalah operasi!”
“Apakah setelah operasi tanganku akan kembali sembuh seperti semula?”
“Itu akan sedikit sulit! Meskipun bisa, tapi tak sesempurna sebelumnya!”
“Beri aku waktu 1 minggu lagi untuk menjalani operasi!”
“Tapi, saran dari saya. Hasilnya akan lebih baik apabila anda menjalani operasi secepatnya!”
“Tapi, saya masih mempunyai urusan lain yang lebih penting dari ini!”
“Iya, saya mengerti. Dan itu keputusan anda!”
Jek memeriksakan tangannya di rumah sakit, tapi dia memilih mengoperasinya nanti setelah aku berangkat ke Amerika. Jek sangat bingung dan kecewa karena nantinya dia tidak akan bisa memainkan gitar semahir dahulu. Tapi, di sisi lain, dia juga tidak ingin membuatku membatalkan pergi ke Amerika hanya karena tangannya yang sakit. Jekvin menanggung beban yang begitu berat, tapi dia tak pernah mau membaginya denganku. Dengan Papanya saja juga tidak pernah. Itu karena Jekvin masih menyimpan sisa dendamnya dahulu kepada ayahnya.
Dua hari lagi aku berangkat ke Amerika. Tapi, rasanya sungguh berat meninggalkan Jekvin sendiri di Jakarta, meskipun itu hanya satu tahun saja. Dan hari-hari ini aku juga jarang melihat Jekvin tampil konser lagi setelah konser itu. Aku selalu berharap agar tidak terjadi apapun pada Jekvin.
Jekvin Call..
“Iya Jek, ada apa?”
“Aku ingin bertemu kamu di taman depan gedung musik!”
“Iya, tunggu aku di situ! 5 menit lagi aku akan berada disitu!”
End Call…
Aku penasaran kenapa Jekvin menelfonku seserius ini. Aku hanya bisa berjalan terburu-buru menuju taman. Dan di taman aku hanya bisa melihat Jekvin seorang disana. Aku berlari dan duduk di sebelahnya. Tapi aku kembali khawatir ketika melihat pergelangan tangan jekvin di balut perban. Dan aku mengingat-ingat kata sutradara saat aku berpapasan dengannya kemarin siang.
“Pergelangan tangan Jekvin harus di operasi secepatnya, tapi dia tidak ingin melakukannya sebelum kamu berangkat ke Amerika!” Aku sangat kecewa pada diriku sendiri ketika mengingat kata-kata sutradara. Dan aku juga sangat kecewa pada Jekvin karena tak mau jujur kepadaku.
“Jek, aku sudah tahu semua yang terjadi padamu! Dan semua itu karenaku.”
“Itu semua bukan salahmu!”
“Ayo kita pergi ke Rumah Sakit dan segera mengoperasikan tanganmu! Aku akan membatalkan pergi ke Amerika.”
Aku meraih tangan Jek untuk berjalan pergi menuju Rumah Sakit. Tapi, dia melepaskan tanganku.
“Biarkan aku sendiri! Aku ingin kita berakhir.” Jek pergi berjalan menjauhiku setelah berkata dia ingin semua berakhir. Aku begitu kecewa padanya. Tapi, memang semua salahku, dan aku tidak bisa melakukan apapun untuk Jek. Aku mulai merenung, dengan apa yang harus kulakukan saat ini. Padahal besok pagi aku harus berangkat ke Amerika.
Dan aku memutuskan untuk meminta pertimbangan pada Sutradara. Sutradara sangat mengerti dengan apa yang saat ini harus aku lakukan, dan aku yakin itu yang terbaik. Sutradara bilang, bahwa aku tetap harus berangkat ke Amerika, karena Sutradara yakin tidak akan terjadi apapun pada Jekvin. Aku sangat menghargai pendapat sutradara dan aku juga berfikir demikian.
Pagi pun datang, hari yang membawaku ke dalam mimpiku. Aku hanya menunggu mobil yang akan menjemputku, dan berangkat ke Amerika. Aku sangat yakin bahwa nantinya tidak akan terjadi apapun pada Jek. Dan aku juga selalu berharap setelah aku kembali dari Amerika bisa kembali bersama Jek. Aku sangat menginginkan itu semua.
AMERIKA
Inilah Negara yang saat ini aku tempati untuk meraih mimpi-mimpiku. Bernyanyi dan menari, itulah kegiatanku setiap hari. Banyak guru-guru yang luar biasa disini. Tapi, semua itu tak seluarbiasa Sutradara dan Kak Dinda. Karena bagiku, mereka tetap menjadi yang pertama.
Berhari-hari, berminggu-minggu, telah aku lewati disini. Aku bangga bisa menjadi penyanyi dan penari yang profosional. Ini karena tekat dan usahaku sendiri. Setiap hari pun aku selalu berlatih dan berlatih, tak pernah berhenti sedikitpun.
Satu tahun sudah berlalu dengan sempurna. Banyak orang yang ingin menjalani kontrak kerja denganku. Tapi aku masih menolaknya, karena aku masih ingin kembali ke Jakarta untuk bertemu orang-orang yang aku sayang. Aku sengaja tidak menghubungi Kakek ataupun Ayahku kalau aku akan pulang hari ini, karena aku ingin memberikan surprise pada mereka. Sama seperti dulu ketika aku berangkat dari Jakarta, aku hanya menunggu mobil untuk mengantarku kembali ke tempat asalku.
Perjalanan yang sangat panjang aku lalui saat ini. Tapi, tidak lama setelah aku merasa bosan, aku sampai Jakarta. Aku sangat rindu akan gedung-grdung yang ada di Jakarta. Tapi, semua rindu itu kini terobati. Setelahnya aku sampai di depan rumahku, aku sedikit curiga, karena sepi sekali.
Tok.. Tok.. Tok
Berulang kali aku mengetuk pintu depan, tapi tidak ada yang menjawab.
“SELAMAT DATANG Leeta,”
Tiba-tiba kakek dan ayahku ada di belakangku dengan membawa sekotak kue kesukaanku. Aku begitu bahagia melihat Kakek dan Ayah bisa bersama, dan aku langsung memeluk mereka. Karena aku sangat rindu pada Kakek dan Ayahku. Tapi, disisi lain aku juga sangat rindu dengan Jek.
Setelah aku merasa puas di rumah, aku bergegas pergi ke sekolah. Di sekolah aku mendapatkan sambutan dari teman-teman. Dan ini adalah hal yang paling menyenangkan selama aku bersekolah di Jakarta. Sutradara juga memberikan aku selamat atas keberhasilanku. Aku bahagia sudah membuat mereka semua senang dengan apa yang sudah aku dapatkan. Terutama Mery, dia sangat senang mendapatkan pesaing yang hebat sepertiku. Aku selalu berharap Mery bisa lebih bagus dari pada yang dulu setelah mendapati pesaing baru yang berpengalaman dari Amerika.
Tapi, di antara banyak teman-temanku yang berkumpul, aku tidak melihat Jekvin. Dan aku fikir Jek sedang ada di ruang musik, dan ternyata benar. Jek ada di sana, dengan keras aku lihat Jekvin berlatih gitar. Tapi seringkali, aku lihat dia masih kesakitan memegangi pergelangan tangan kirinya. Dan aku tidak kuat lagi melihat Jek yang terus menerus seperti itu.
“Jek, hentikan itu! Karena itu hanya bisa menyiksamu!” sepertinya Jek tidak terkejut dengan kedatanganku. Dan dia tak mau sedikitpun memandang ke arahku.
“Siapa dirimu? Beraninya pedulikan aku!” Jek meletakkan gitarnya dan pergi dari ruangan musik, tanpa menganggapku ada.
Aku berjalan menyusuri jalan yang dulu aku pernah lewati bersama Jelvin ketika kami masih berpacaran. Menghitung tetesan air ketika hujan di depan toko alat musik, bermain bola sabun di taman, bermain gitar di taman kota, dan berjalan-jalan di kebun bunga. Semua yang aku alami bersamanya aku ingat dan aku lakukan sendiri saat ini.
Aku terus berjalan menyusuri jalan kebun bunga, dengan fikiran yang benar-benar kosong. Tapi, di ujung jalan aku melihat Jekvin dan aku rasa Jek juga melakukan hal yang sama denganku. Kami saling berpandangan dari jauh, dan Jek mulai berjalan mendekatiku, begitupun aku. Jek terus berjalan mendekatiku dan memelukku.
“Aku merindukanmu Leeta!”
“Aku juga Jek!”
Dan semua kembali seperti semula. Jek kembali berpacaran denganku. Entah perjalanan dan mimpi apa yang akan terjadi selanjutnya.
The End
Cerpen Karangan: Fryska Ayu Winanthi
Facebook: Fryska Ayu

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
free counters

Follower

Gunadarma