Senin, 20 Januari 2014
Posted By : Wayne Rachmat
Bidadari Kecil
Aku seorang single parent. Aku mempunyai seorang putri yang sangat cantik, dia kebanggaanku pelipur laraku, suka duka ku jalani bersama, ya… walaupun usianya baru menginjak 5 bulan, tetapi dia adalah segalanya bagiku. Bidadari kecilku ini ku beri nama Nabila, nama yang sangat cocok untuknya.
Sore itu dia kuletakkan di kereta dorong, aku bawa dia ke depan rumah, sambil aku melahapinya dengan bubur bayi favoritnya. Sesendok demi sesendok aku masukkan ke dalam mulutnya yang mungil. Kemudian aku masuk rumah mengambil air minum untuknya, 5 menit kemudian aku keluar, betapa terkejutnya aku setelah aku melihat Nabila tidak ada di dalam kereta dorongnya. Aku seolah tidak ada semangat sedikitpun saat mengetahui bidadari kecilku yang selama ini aku sayang, aku banggakan hilang entah ke mana. Tetapi bagaimanapu juga aku harus tetap semangat, semangat untuk mencarinya.
Aku membuat info mengenai orang hilang kemudian aku cetak di kertas dan aku sebar-sebarkan ke tempat keramaian, aku berharap ada orang yang menemukan bidadariku. Selama 5 tahun bidadariku menghilang, salama 5 tahun pula aku hidup tanpa seorang pun. Malam hari saat aku tertidur tba-tiba handphoneku berbunyi, ternyata yang menelphonku adalah orang yang menemukan bidadari kecilku. Saat itu aku sudah tidak sabar menunggu fajar, aku tidak sabar menemui bidadariku yang selama 5 tahun aku cari.
Fajar akhirnya datang juga. Aku mandi, berdandan dan siap untuk pergi ke rumah orang yang menelponku tadi malam. Sampai di sana aku senang sekali, tidak terkira rasanya, melihat bidadari kecilku yang dulu masih lucu, sekarang sudah tumbuh besar. Aku berlari ingin memeluknya, namun apa daya? Dia bersembunyi di belakang badan “ayah angkatnya”, dia tidak mengenaliku. Sedih rasanya.
Emosiku terpancing, kata-kata dari mulutku tidak dapatku kendalikan. “Ini akibat ulah kalian yang menculik anakku, sehingga anakku tak mengenaliku sebagai mama kandungnya lagi” ujarku. Mereka kemudian berkata “maaf, kami tidak menculik anak anda, kami menemukan anak anda di letakkan di dalam mobil kami, saat kami sedang berbelanja, kemudian kami bawa ia pulang untuk kami asuh, karena selama menikah kami belum punya anak”.
Kemudian aku mengajaknya untuk pulang untuk tinggal bersamaku lagi. Namun dia menangis, dia tidak mau, dia merasa selama ini yang mengasuhnya adalah mama dan ayah kandungnya, dan aku di anggapnya orang asing, orang yang tiba-tiba muncul mengaku jika mama kandungnya, baginya tidak mungkin. Namun aku tetap berusaha meyakinkan. Lalu aku beri kesempatan bidadari kecilku tiga hari untuk tinggal bersama orangtua angkatnya.
Tiga hari telah berlalu aku kembali ke rumah itu, mau tak mau aku harus membawa ia pulang ke rumah, aku ingin suasana rumahku menjadi seperti dulu, setiap aktivitasku menjadi berharga karena ada bidadari kecilku.
Namun semua itu ternyata hanya khayalanku. Bidadari kecilku tetap tidak mau tinggal bersamaku, namun aku berusaha. Satu minggu berlalu, demi bidadari kecilku aku rela melakukan apa saja. Aku menyiapkan kamar yang lucu dengan boneka-boneka warna kesukaanya, fasilitas apapun aku berusaha mencukupinya, bahkan tidak ada yang kurang sedikitpun. Aduh… tetapi miris rasanya mendengar tangisan bidadariku yang setiap hari meminta agar ia tinggal lagi bersama orangtua angkatnya.
Aku senang bersama dia, namun dia tersiksa hidup besamaku. Aku tidak bisa melihat bidadariku seperti itu. Akhirnya aku membuat surat pernyataan yang aku tujukan kepada orangtua angkat bidadari kecilku. Aku rela bahwa bidadari kecilku harus diasuh oleh mereka, walaupun sebenarnya berat bagiku, namun itu aku lakukan demi kebahagiaannya. 10 tahun sudah aku hidup sendiri, namun tak lama kemudian aku pun menikah dan mempunyai keluarga kecil, aku pun mempunyai seorang putra. Setiap sore aku mengajaknya ke taman untuk bermain. Aku sangat sayang padanya, namun di benakku aku juga selalu memikirkan bidadari kecilku yang selama ini sudah kurelakan dengan orang lain, biarpun begitu aku sangat sayang pula padanya.
Cerpen Karangan: Rina Septiyani
Facebook: rinna anizheptia
Facebook: rinna anizheptia
0 komentar:
Posting Komentar