}

Ijinkan Aku Menulis Kisahku

Senin, 20 Januari 2014
Posted By : Wayne Rachmat

Ijinkan Aku Menulis Kisahku


Menulis adalah sesuatu yang menjadi kegemaran Sahara semenjak ia duduk di bangku kuliah. Kini, ia telah bekerja menjadi seorang guru Matematika di SMA. Ia juga telah menikah dengan seseorang yang hanya tamat sekolah di SMA. Tapi, suaminya memiliki jiwa wirausaha yang sangat besar. Ia adalah sosok yang ulet, rajin, tekun dan pekerja keras. Ia sadar, gelar yang diperolehnya tidak sebanding dengan Sahara. Tapi, ia bisa menunjukkan pada kedua orangtuanya dan juga kedua orangtua Sahara, bahwa ia juga berhak atas keberhasilan dan juga kesuksesan.
Kini, suami Sahara sudah memiliki sebuah toko baju yang cukup besar. Outletnya sudah menyebar ke berbagai daerah. Ia memproduksi baju sendiri dan kemudian memasarkannya. Sahara selalu memberi semangat kepada suaminya, agar terus meningkatkan usahanya. Sahara tahu, suaminya sudah lama bercita-cita menjadi seorang pengusaha yang sukses. Kini, apa yang diinginkannya sudah berada di genggamannya. Semua itu tidak lepas dari cinta, dan semangat yang selalu Sahara guyurkan pada suaminya.
“Aku ingin, kelak anak kita yang akan meneruskan usaha kita. Aku tidak ingin mereka hidup susah seperti kedua orangtuaku.” Kata Raka. Mereka memang sering mengobrol sebelum tidur. Membicarakan apa saja yang memang dirasa perlu untuk dibicarakan sebelum akhirnya mereka berdua tidur lelap, atau bahkan menyejukkan jiwa dengan sentuhan cinta dan kasih sayang.
“Iya, Mas. Aku juga ingin seperti itu.” Jawab Sahara sambil memeluk Suaminya dan menyandarkan kepalanya di dada Raka. “Aku sudah lama mengimpikan semua ini ada dalam genggamanku. Sekarang aku sudah mendapatkannya. Dan sebentar lagi, anugerah terbesar dalam hidup kita akan segera kita rasakan.” Kata Raka sambil mengusap perut Sahara yang membuncit. Kandungannya sudah berumur 5 Bulan.
“Iya. Aku bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan pada kita.” Sahara semakin memeluk erat Raka. Raka pun membalasnya dengan mendaratkan kecupan lembut penuh kasih sayang pada Sahara. Tak bisa mereka bayangkan, betapa bahagianya ketika sang buah hati yang pertama hadir dalam kehidupan mereka. Ia akan menambah kebahagiaan dan keceriaan. Canda dan tawanya sudah mereka nanti-nantikan sejak lama.
Pukul setengah tiga, Sahara bangun dari tidurnya. Ia berusaha melepaskan pelukan suaminya. Perlahan-lahan ia beringsut dari dekapan Raka. Ia tak ingin Raka terbangun dari tidurnya. Tapi kemudian, Raka semakin mendekapnya erat. Sahara hanya memejamkan matanya dan berharap Raka tidak akan mendekapnya erat dan mau melepaskan pelukannya. Setiap hari, ia harus melawan dan berusaha agar Ia bisa bangun di tengah malam.
Sahara terus berusaha agar Raka mau melepaskan pelukannya. Sahara mengangkat dengan pelan tangan Raka. Dan kemudian meletakkannya di atas guling. Sahara mengganti dirinya dengan sebuah guling, yang kemudian Raka peluk. Sahara akhirnya bisa beranjak dari tempat tidur. Ia berharap, Raka tidak akan terbangun, dan mendapati dirinya tidak ada di sampingnnya.
Saat itulah, Sahara terbangun untuk sholat dan kemudian membuka laptopnya untuk mengetik sebuah kisah. Ia ingin sekali menjadi seorang penulis. Setiap hari ia berusaha untuk membaca koran, buku dan majalah. Semua itu ia lakukan untuk memperbaharui kosa katanya. Sejumlah novel dan cerpen acapkali ia baca. Ada sebuah kisah dalam hidupnya yang ingin ia tuangkan dalam sebuah novel. Kisah hidup dan perjalanan cinta. Tapi, keinginannya itu mendapatkan tentangan dari suaminya.
“Aku tidak ingin kamu menuliskan kisahmu itu. Semua itu sudah berlalu. Sekarang kamu sudah hidup bersamaku. Lupakan semua dan lupakan cintamu itu.” Kata Raka sedikit emosi. Raka tidak pernah berbuat kasar terhadapnya. Tapi, Sahara tahu apa yang sedang berkecamuk dalam benak suaminya. Ia pasti marah akan sikapnya yang ingin menjadi penulis.
Tak banyak yang bisa ia lakukan. Setiap pagi, ia menyempatkan diri mengetik cerita. Cerita yang sengaja ia sembunyikan. Ia tak ingin Raka mengetahuinya. Ia rela bangun tengah malam demi menyelesaikan novelnya. Ia yakin suatu saat tulisannya akan menjadi kisah yang menginspirasi semua orang. Keyakinan sudah tertanam kuat dalam dirinya. Ia juga harus bergulat dengan ketakutan, jika suatu saat Raka mengetahui bahwa ia tetap melanjutkan keinginannya untuk menyelesaikan novel itu.
Raka sempat membaca sepenggal tulisan Sahara. “Aku tidak suka kamu menulis cerita ini.” Kata Raka. “Tapi Raka, itu masa lalu. Dan aku tidak pernah menyimpan perasaan apa pun terhadap Bagas. Itu dulu. Kini aku telah bersamamu, aku istrimu dan kamu suamiku. Aku sangat mencintaimu Raka.” Kata Sahara meyakinkan suaminya.
“Aku tahu sahara. Tapi aku tidak suka kamu membahas soal Bagas. Karena aku juga tahu bahwa dia pernah ada dalam hatimu. Kenapa kamu tidak pernah memikirkan perasaanku? Setelah novelmu itu di baca semua orang, apakah kamu merasa puas, iya? Biarlah cerita itu menjadi masa lalu.” Kata Raka yang mulai emosi.
“Aku hanya menulis apa yang menjadi bagian dari hidupku. Perjalanan, perjuangan, cinta dan kerja kerasku akan menjadi inspirasi bagi semua orang. Aku tidak bermaksud melukai perasaanmu dan mencoba mengungkit kembali masa lalu. Aku menulisnya karena aku merasa itu adalah bagian dari hidupku dan banyak pelajaran yang aku dapat dari kisahku.” Kata Sahara membela dirinya.
“Oke. Sekarang terserah kamu. Kamu bilang itu bagian dari hidupmu.” Kata Raka yang kemudian membiarkan Sahara sendiri. Sahara tertunduk menitikkan air mata. Laptop yang ada di depannya ia biarkan menyala. Ia tak kuasa melihatnya. Ia sudah mengimpikan menjadi seorang penulis. Novelnya digemari dan dibaca semua orang. Ia yakin, apa yang selama ini ia alami patut ia tuangkan dalam sebuah tulisan. Kisah yang penuh inspirasi. Pengalaman-pengalaman yang mengesankan.
Kini, Sahara benar-benar telah mengubur keinginannya untuk meluncurkan sebuah novel. Impian dan cita-citanya sejak kecil hanya akan menjadi harapan yang tak pernah ia gapai. Sahara menghapus semua yang ia tulis. Perjuangannya menulis dan terjaga di tengah malam, sia-sia dan tak berarti apa-apa. Raka adalah sosok yang dicintainya. Suami dan calon ayah dari anak yang dikandungnya.
Bagas memang sosok yang pernah ada dalam hatinya. Sosok yang pernah ia kagumi. Tapi, suatu saat Sahara menyadari siapa Bagas. Dia adalah sosok yang tidak pantas mendapatkan cintanya. Raka tahu tentang Sahara dan juga Bagas. Oleh karena itu, dia sangat benci jika Sahara membahas mengenai Bagas. Padahal, Sahara hanya ingin menuliskan sepenggal kisahnya yang akan melengkapi cerita novelnya.
Baginya, cerita yang ditulisnya akan terasa hambar tanpa adanya kisah itu. Sebuah cerita akan berkesinambungan. Sahara sendiri juga tidak menyadari, bahwa ia harus menjalani pahitnya kehidupan cerita yang akan ditulisnya sendiri. Ia sendiri yang menjadi tokoh dan mengalami kebahagiaan, kesedihan dan permasalahan pelik yang harus ia hadapi. Toh, kini ia harus mengubur keinginannya menjadi seorang penulis.
Ia berharap suatu saat Raka akan menyadari betapa penting itu semua bagi Sahara. Cita-cita dan keinginan yang ia dambakan sejak kecil. Semua itu adalah bagian dari cerita dan akan menambah kualitas dari apa yang ditulisnya. Tak ada maksud untuk melukai perasaannya mengenai cerita tentang Bagas dalam novelnya. Toh, ia juga akan menuangkan cerita tentang dirinya dan juga suaminya dalam novel itu. Cerita yang akan menjadi sorot utama para pembaca.
Sahara menangis di tengah malam. Ia membuka laptopnya, dan menulis sebuah kata untuk Raka. Tapi, entahlah. Apakah ia berani menunjukkannya pada Raka. Sepertinya, ia juga tidak akan berani menunjukkannya pada Raka. Sebagaimana ia menyembunyikan cerita yang ia tulis dari Raka. Sahara teringat akan bayang kekuksesan dan kesenangan batin jika suatu saat ia bisa membuat novel dan dibaca banyak orang. Ia sedih, jika cita-citanya harus terhalang hanya karena salah paham antara dirinya dan juga suaminya.
Ijinkan aku menuliskan kisahku, Raka. Menulis adalah cita-citaku sejak kecil. Biarkan aku mewujudkannya. Bagas adalah bagian dari cerita itu. Bagian kecil dari cerita cinta kita. Aku dan dirimulah yang akan menjadi tokoh utama dalam novel itu. Kamu tak pernah mengetahui apa yang akan aku tuliskan selanjutnya dalam novelku. Kamu hanya membaca sebagian kecil dari cerita novelku. Dan saat kamu mengetahui Bagas telah hadir di awal cerita, kamu lantas menyimpan perasaan tak suka denganku. Aku tak bermaksud melukai perasaanmu Raka.
Sahara tak sanggup lagi menggerakkan jari jemarinya di atas tuts laptobnya. Air matanya sudah mengalir deras. Cita-cita menjadi seorang penulis telah ia kubur dalam-dalam. Kecewa dan sedih berkecamuk dalam hatinya. ‘Kenapa engkau tega lakukan ini terhadapku Raka? Aku sangat menyayangimu.’ Kata hati Sahara. Rasa tak suka Raka terhadap Bagas telah menahannya. Menahan cita-citanya.
Selesai
Cerpen Karangan: Choirul Imroatin
Facebook: Choirul Imroatin

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 
free counters

Follower

Gunadarma